TAK CUKUP DENGAN MIMPI

Kurasa tak ada yang tidak realistis jika kamu memang yakin dapat melakukannya. Kurasa jika kamu cukup berkeras hati dan bersedia berupaya keras, tentulah kamu akan dapat melakukannya.”

(Mike Ditka)

Tidak ada keberhasilan yang diraih tanpa perjuangan. Tidak ada kejayaan yang digapai tanpa perasan keringat. Juga tidak ada kemenangan yang direngkuh dengan bertopang dagu dan berpangku tangan.

Resapilah perjuangan Rasulullah saw, beliau tidak pernah menyerah pada keadaan dan kegagalan. Meski harus dihujani caci maki oleh orang-orang kafir, mendapat penolakan yang menyakitkan dari kaum musyrikin, juga kekalahan dalam Perang Uhud, beliau tetap bekerja keras dan terus berjuang agar cita-citanya terwujud. Dengan bermandi peluh juga bersimbah darah, beliau rela melakoni semua itu demi tersebarnya agama Allah swt dan meluasnya kekuasan Islam di muka bumi.

Berpangkal dari MIMPI, semua yang terasa tidak mungkin akan menjadi mungkin. Bermula dari mimpi, kenyataan yang sepertinya mustahil terwujud akan menjelma menjadi kentara. Bermimpi adalah suatu pekerjaan yang sederhana dan tak butuh biaya. Siapa pun bisa bermimpi untuk kebaikan dirinya, gratis, tanpa harus mengeluarkan sepeser pun ongkos. Bermimpi adalah langkah pertama menuju kegemilangan dan tahap awal yang mengarah pada kesuksesan. Bermimpi adalah angan-angan tentang kehidupan yang didambakan. Bermimpilah untuk mencapai sebuah perubahan!

Dalam sebuah perjalanan hidup, seseorang yang ingin sampai pada tingkat kesuksesan, kejayaan, juga kegemilangan, tentu diawali dari sebuah mimpi. Lalu, ditindaklanjuti dengan kerja keras dan kesungguhan yang tidak pernah berhenti. Selain kerja keras, seorang pemimpi juga harus memiliki ‘senjata sakti mandraguna’. Senjata yang selalu membantunya bertempur melawan sergapan musuh yang seketika menyerang. Senjata yang digunakan untuk membunuh juga meluluhlantakkan semua lawan yang tiba-tiba datang menghadang. Sungguh mujarab. Senjata itu diperoleh gratis pula, sama seperti mimpi.

‘Senjata itu adalah SEMANGAT. Di tengah perjalanan, semangatlah yang akan terus memacu kita, menstimulus tangan, kaki, hati, jiwa, juga pikiran kita agar tetap bertahan dan terus ‘berperang’ sampai mimpi dan cita-cita kita terwujud. Semangatlah yang menjadi senjata pemusnah kebosanan, pengingat akan tujuan pokok yang hendak dicapai, juga penguat diri saat kondisi terburuk menikam. Seseorang pernah berkata, “Sesuatu yang besar tidak akan bisa dicapai tanpa semangat. Semangat begitu penting, sama pentingnya dengan udara yang kita hisap.” Begitu urgennya semangat hingga ia disejajarkan dengan udara yang berperan vital bagi kelangsungan hidup manusia. Seorang pemimpi takkan bisa mewujudkan impiannya jika tidak memiliki semangat yang membara. Begitu juga dengan semangat. Ia pun akan sia-sia jika tak diiringi mimpi yang akan diwujudkan. Karenanya, semangat dan mimpi bagaikan dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling melengkapi dan saling mengisi.

Namun demikian, seorang pemimpi yang benar-benar menjunjung tinggi mimpinya, tentu tidak cukup dengan berbekal mimpi dan semangat saja. Juga tidak bisa jika hanya diam berpangku tangan, terkalahkan oleh keadaan, atau bahkan menyerah pada kegagalan. Dalam kondisi yang paling sulit dan berat sekalipun, dia akan siap bertempur dengan apa dan siapa pun yang akan menghadang kesuksesannya, termasuk dirinya sendiri. Satu hal yang ditujunya adalah mewujudkan mimpi-mimpi besarnya, sampai tetes darah penghabisan! Baginya, meski telah memiliki mimpi dan semangat, dua bekal itu belumlah memadai untuk meniti sebuah perjalanan panjang dalam menggapai hasrat yang selama ini didambakan. Dia akan menggunakan senjata lain yang tidak kalah hebat, canggih, dan penting dibanding mimpi dan semangat. Senjata itu: KERJA KERAS.

Mungkin, perjuangan Arai dan Ikal dalam novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi buah tangan Andrea Hirata, Sang Pemimpi, bisa menginspirasi kita. Betapa sungguh sangat dahsyat semangat kedua anak pedalaman Belitong tersebut dalam merangkai juga menjelmakan mimpi-mimpi indah mereka. Cita-cita mereka hanya satu: sekolah ke Prancis dan menjelajah Eropa juga Afrika. Padahal, jika dipikir secara logika, tidak mungkin seorang kuli bisa melanjutkan pendidikan ke bumi Eropa juga menelusuri Afrika. Jangankan sekolah, untuk makan pun mereka susah. Setiap waktu hanya bersentuhan dengan ‘kemiskinan.’ Namun, tidak ada yang tidak bisa digapai jika hal itu disertai dengan kesungguhan dalam meraihnya. Inilah gambaran umum kondisi anak pedalaman yang punya mimpi, semangat, juga kerja keras yang sangat luar biasa. Tiga hal terpenting dalam mengejar cita-cita, yang tidak jarang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan.

Biar kau tahu, Kal, orang seperti kita tak punya apa-apa, kecuali semangat dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu!!”

“Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati....

(Sang Pemimpi, hlm. 153).

Ya, tanpa mimpi, kita tidak akan menjadi apa-apa. Sungguh, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Abraham Lincoln pernah berkata, “Kau bisa mendapatkan apa pun yang kau inginkan jika kau memang cukup kuat untuk menginginkannya. Kau bisa menjadi apa pun yang kau inginkan dan melakukan apa pun yang ingin kau capai jika kau bertahan pada keinginan itu dengan satu tujuan spesifik dan jelas.” Dan, inilah yang dilakukan dua tokoh utama dalam novel Sang Pemimpi-nya Andrea Hirata. Mimpi mereka hanya satu: sekolah ke Prancis dan menjelajah Eropa hingga Afrika.

Mungkin setelah tamat SMA kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli, tapi di sini, Kal, di sekolah ini, kita tak akan pernah mendahului nasib kita! Kita lakukan yang terbaik di sini! Dan kita akan berkelana menjelajahi Eropa sampai ke Afrika! Kita akan sekolah ke Prancis! Kita akan menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne! Apa pun yang terjadi!!” (Sang Pemimpi, hlm. 154).

Dengan berbekal mimpi dan semangat yang mereka miliki, juga kerja keras yang tiada pernah henti, mereka siap bertarung dengan musuh yang menghadang di depan, termasuk diri mereka sendiri yang terkadang mengikis mimpi-mimpi mereka secara perlahan. Demi mimpi-mimpi indah itu: ingin sekolah ke Prancis, menapakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne, dan mengeksplorasi Eropa hingga Afrika, mereka rela melakukan apa pun. Ya, apa pun, asal halal dan bisa mengejawantahkan mimpi-mimpi indah mereka. Hal ini mereka buktikan dengan bekerja mati-matian menjadi kuli dari pukul 2.00 pagi hingga gelap malam. Selama tiga tahun, memeras keringat agar bisa mengumpulkan rupiah demi rupiah. Berpayah-payah dianggap mamalia demi bisa sampai ke Jawa. Lima hari di laut dengan terjumbul-jumbul di kapal barang dagangan kelontong dan ternak. Siap memasak, mengepel dek dan palka, juga membersihkan WC.

Sungguh, hasil yang mereka dapatkan pun masih jauh dari kata cukup, padahal perjuangan mereka sudah sangat meletihkan. Mereka sadar bahwa cita-cita mereka terlalu tinggi, tetapi mereka tidak pernah mau menyerah dan berkompromi sedikit pun dengan impian yang sudah sejak lama mereka rangkai dengan sangat indah. Mereka juga mafhum bahwa perjuangan mereka menggapai impian masih jauh dari kenyataan. Namun, semua itu tidak mematahkan sedikit pun semangat mereka. Mereka pun kian dahsyat menggencarkan aksi mereka dalam meniti perlahan-lahan impian itu.

Lalu, dua anak pedalaman itu menerapkan petuah berikut, “Bermimpi memang bagus tetapi lebih bagus jika bermimpi dan bekerja. Takdir memang kuat, tetapi aksi ditemani takdir, tentu jauh lebih kuat.” (Thomas R. Gaines). Hal itu pun terbukti. Kerja keras yang dilakukan Ikal dan Arai sejak bertahun-tahun lalu pun membuahkan hasil. Keduanya mendapat beasiswa di sebuah negeri yang sejak dulu mereka impikan: PRANCIS. Akhirnya, Allah pun memeluk – meminjam istilah Andrea-- mimpi-mimpi mereka.

Apa yang bisa kita ambil dari kisah tersebut? Sungguh, kemenangan itu tidak didapat begitu saja. Butuh perjuangan dan pengorbanan untuk menjelmakan sesuatu yang mustahil terjadi menjadi nyata. Yakni, dengan kolaborasi mimpi, semangat, dan kerja keras. “Berbuat yang terbaik pada titik di mana aku berdiri, itulah sesungguhnya sikap yang realistis.“ (Andrea Hirata, Sang Pemimpi, hlm. 208). Sebab, hal kecil yang saat ini kita lakukan adalah bagian dari hal besar yang kita impikan. Dalam petuahnya, Thomas Alfa Edison juga pernah berkata, “Ada tiga hal mendasar untuk mencapai segala yang Anda inginkan: 1) usaha sungguh-sungguh; 2) fokus; 3) dan menggunakan akal sehat. Beruntunglah kita yang berani bermimpi. Karena dengan bermimpi, berarti kita telah berani untuk berjalan. Jika kita telah berani untuk berjalan, berarti kita telah siap untuk berlari. Semakin kuat kiita berlari, semakin dekat kita untuk mendekap dan merangkul erat hasrat juga harapan yang selama ini kita impikan. Selamat bermimpi, bersemangat, dan bekerja keras! :-)

Category:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto saya
Perajut serpihan-serpihan aksara yang bergejolak dalam jiwa, bergolak, dan terserak dalam alam pikiran dan perasaan.