Hati yang Terpasung [1]



Bagaimana jadinya jika hati yang terpasung?? Tak sanggup melepaskan diri dari jerat yang senantiasa mengikat. Tidak mampu bergerak, apalagi berontak. Sang hati terlanjur tertaut pada satu cinta. Cinta yang dahulu selalu dimanja, dijaga, bahkan dipuja hingga membabi buta. Tapi kini, justru CINTA itu memasung hatinya.

Sebutlah pemuda itu Fardan. Tak ada yang kurang dari dirinya. Nyaris sempurna di mata wanita. Dari segi fisik, Fardanlah incaran gadis seusianya. Bahkan, wanita yang lebih tua pun berlomba merebut hati pemuda yang terkenal mapan, bertanggung jawab, ramah, dan murah senyum ini. Kapabilitasnya yang bernilai sembilan mengantar karirnya melejit menduduki posisi terpenting di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Sifatnya yang bersahabat, periang, penyayang, dan penyabar sanggup merontokkan hati para wanita di seantero kantor tempatnya bekerja. Namun kini apa yang terjadi dengan Fardan.

-****-

Belakangan, sikap Fardan berubah hampir seratus delapan puluh derajat. Senyumnya yang kerap mengembang setiap berpapasan dengan rekan-rekannya pun seakan sirna. Raut wajahnya yang senantiasa riang seolah musnah. Kini, hanya kemurungan dan kesedihan yang terpancar darinya.

“Hei, Dan. Baru dateng, Lo?” sapa Rizal, teman sekantornya yang kebetulan pagi itu bertemu di loby. Rizal pun langsung menenggerkan tangan kanannya di pundak Fardan layaknya dua teman karib, dan mereka pun beriringan menuju ruangan.

“Hallloooooo...,” kejut Rizal karena merasa sapaannya tak direspons sembari melambaikan tangan di depan muka Fardan, “Kenapa sih lo, pagi-pagi dah lemes banget? Pake bengong lagi!!”

“Ga apa-apa, Zal,” sahutnya lemah.

“Serius, Dan, ga apa-apa?? Sumpah!! Lo lesu banget, Dan,” Rizal tercengang, “Lo.. aneh tau ga. Lo sakit??!”

Tak ada satu kata pun meluncur dari mulutnya. Fardan kembali terdiam dengan tatapan kosong.

“Woooiii, serius gw nanya. Yeeee, malah bengong lagi. Lo sakit? Kalau sakit, ga usah masuk, Bro. Biar nanti gue yang presentasi. Nyantai aj.”

Masih tak ada jawaban.

“Buset dah!!! Gw nanya ma tembok kali???” keluh Rizal sambil menghentikan langkahnya.

“Eh, sory ,Bro,” balas Fardan gugup, ”Gue ga apa-apa. Cuma lagi banyak pikiran aj. Gue duluan ya.” Fardan pun berbalik arah lalu mempercepat langkah meninggalkan Rizal yang masih mematung tak mengerti.

“Wooooi, Daaaan.... Mau ke mana Lo??” teriak Rizal sekuat tenaga. Spontan, mereka pun jadi pusat perhatian. Namun, Fardan tak menghiraukan teriakan Rizal. Langkah kakinya semakin cepat dan menjauh hingga hilang di kerumunan karyawan.

-****-

Lagi-lagi, hari itu, Fardan tak masuk kantor. Sama seperti tujuh hari belakangan. Jika ke kantor pun, dia bergegas kembali pergi. Entah ke mana dan apa yang dia cari. Tak ada yang tahu. Kadang pulang ke rumah lagi, sesekali menghabiskan waktu sendiri. Sikapnya yang aneh mulai dipertanyakan rekan-rekan sekantor. Pasalnya, teman setimnya pernah memergokinya melamun seharian. Juga mendapatkan dirinya murung di tengah keramaian. Tak ada gairah bekerja, apalagi kelakar yang sering dilontarkannya.

Tepat tiga minggu Fardan tak ada kabar. Padahal kala itu, dia tengah menangani sebuah proyek penting. Telepon genggamnya tak bisa dihubungi. Rumahnya pun terkunci dan seperti tak pernah disinggahi. Mengetahui hal tersebut, teman dan sahabatnya pun resah. Mereka berulang kali mencari tahu penyebab keganjilan yang terjadi pada sikap sejawatnya. Atau setidaknya dapat bertemu atau mengetahui kondisi rekan kerja yang selama ini mereka cari.

Segala macam cara telah ditempuh. Termasuk mengunjungi beberapa sanak famili, sahabat, dan kerabat Fardan di Jakarta. Namun, semua nihil. Tak ada satu petunjuk pun yang bisa membantu. Dan kini, Fardan benar-benar menghilang....
-****-

Hingga lima bulan Fardan tak meninggalkan jejak. Tak ada kabar juga berita yang diterima pihak perusahaan. Akhirnya, kantor tempat Fardan bekerja memutuskan untuk mengambil sikap tegas: FARDAN DIPECAT!! Tragis. Karir yang dibangunnya dari nol kini runtuh bak dihantam bom dalam sekejap. Perusahaan kecewa dan merasa dirugikan oleh sikapnya. Padahal awalnya, pihak perusahaan memberikan sedikit waktu untuk Fardan sebelum keputusan pemecatan itu dikeluarkan. Namun, gayung tak bersambut. Fardan tak memunculkan diri. Bahkan, hingga sebulan ketetapan pemecatan Fardan, tak ada informasi apa pun tentangnya.

Karir Fardan benar-benar jatuh. Reputasinya ambruk di mata kolega. Meski demikian, kerabat Fardan merasa kehilangan sosok sahabat, sekaligus rekan kerja yang periang dan brilian itu. Namun,tak ada satu orang pun yang tahu keberadaannya, hingga saat ini, bahkan.
-****-

[bersambung ya...]

Category:

4 komentar:

Anonim mengatakan...

ajiiib bageud...... ouch ternyata denisa itu lu toch....... lu ganti nama pi gk ad acra tumpengan??????

Denisa mengatakan...

Hee, apanya yg ajiiiibb San?? Ngerasa lo bgt yach??? Blm blm, liat endingnya dulu, sama ga kyak lo,hee... Denisa itu nama gw juga coy.. BTW, tq dh mampir :-)..

Niswah Al-Kaatibah mengatakan...

ah buset dah... daku dikerjain, ko cerbung neng... lg srius mlah g da lanjutannya... awas ya ha ha ha

Anonim mengatakan...

Ketauan yang nulis suka sinetron. Jurus sinetron dipake, jadi deh cerita bersambung...:-D.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

About Me

Foto saya
Perajut serpihan-serpihan aksara yang bergejolak dalam jiwa, bergolak, dan terserak dalam alam pikiran dan perasaan.